Kamis, 10 Desember 2009

KeadiLan: perspektif Yesus


Keadilan dalam Injil adalah keadilan yang sifatnya Induktif. Keadilan dimana tidak dimulai dari sebuah konsep yang abstrak tentang keadilan itu sendiri melainkan, yang digambarkan oleh penulis-penulis Injil adalah keadilan dimana adanya tindakan keberpihakan langsung.

Pada zaman Yesus, kekuasaan yang menindas memang menyebabkan adanya kelompok yang tertindas dan termarginalkan. Akibatnya adalah adanya perlakuan yang tidak adil terhadap kelompok-kelompok marginal tersebut. Dan dalam melakukan perlawanan terhadap hal tersebut, maka Yesus melalui penuturan para penulis Injil, melakukan pembelaan dari bawah, dari mereka yang terpinggirkan secara nyata. Melalui sikap yang demikian, Yesus dengan jelas memposisikan diri dengan kelompok tersebut. Memang di samping Yesus, ada banyak gerakan yang dengan jelas melakukan semacam konfrontasi dengan para penguasa misalnya golongan Esseni, Saduki bahkan mereka yang bisa melakukan kekerasan seperti golongan Zelot. Namun posisi Yesus yang membedakannya dengan yang lain adalah bahwa Ia memulihkan kembali adanya hubungan yang kembali baik antara manusia dengan Allah. Artinya Yesus memandang hal keadilan Allah sebagai keadilan yang berpihak kepada mereka yang terpinggirkan, karena dengan jelas, dalam diri mereka inilah Allah melalui Yesus menginginkan sebuah tatanan yang kembali baik. Jadi Allah ingin menunjukkkan solidaritasnya kepada mereka yang termarginalkan.

Dalam konteks masyarakat kita sekarang, kita melihat hal yang sama. Katanya pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan tetapi anak jalanan, orang miskin, gelandangan masih banyak dan malah makin meningkat. Lalu benarkah pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintah sebagai sebuah prestasi menyentuh mereka yang berada di dalam kelompok-kelompok marginal? Jika memang pemerintah punya keseriusan dalam mensejahterakan masyarakat, maka lihatlah kenyataan yang ada. Datanglah ke tempat-tempat kumuh. Di sana akan didapati betapa klaim-klaim ekonomi yang serba abstrak bagi kebanyakan orang [kecuali orang ekonomi] hanyalah angka yang tak bisa membuat kenyang masyarakat kita dan menyembuhkan mereka yang kena sakit-penyakit.


Mencari keadilan dengan berpatokan kepada visi inti kehidupan Yesus yaitu Kerajaan Allah, dengan mengangkat martabat mereka yang miskin dan terhina [termarginalkan] dan memberi tempat bagi mereka di tempat yang istimewa.

Makna kerajaan Allah sendiri bagi kebanyakan masyarakat Yahudi waktu itu adalah adanya intervensi langsung atas kehidupan mereka, yang akan menolong dan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan bangsa lain, melalui seorang yang mereka sebut sebagai mesias. Dan dalam gambaran para penutur kisah Injil, Yesus diyakini sebagai utusan dari Allah yang akan menghadirkan kerajaan Allah tersebut. Jadi mesias yang selama ini dinanti oleh masyarakat Yahudi ada dalam diri seorang yang bernama Yesus. Tetapi, ternyata visi kerajaan Allah yang dibawa Yesus bukan pada bagaimana Allah akan membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi waktu itu tetapi lebih kepada pemulihan kembali hubungan antara Allah dan manusia. Oleh karena itulah Allah melayani mereka yang termarginalkan karena itulah visi Kerajaan Allah yang dibawa oleh Yesus.

Maka dalam konteks kita sekarang, jika masih ada orang yang masih tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, kelaparan, tidak punya rumah, maka visi Kerajaan Allah belum terwujud. Karena Yesus menginginkan visi Kerajaaan Allah tersebut diwujudkan secara utuh yang berarti kebutuhan jasmani tercukupi dan kebutuhan rohani juga tercukupi.


[disarikan dari tulisan Paulus S. Widjaja, Justice of God and the Life and Ministry of Jesus in the Synoptic Gospels, Paper tidak diterbitkan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar