Jumat, 11 Desember 2009

merasa berhak men"tiada"kan Allah


Selama ini kita selalu berpikir
Bahwa kitalah yang selalu berpikir tentang Allah
Sehingga merasa berhak untuk berteriak
Ketika kita [merasa] bahwa Allah tidak mendengar kita
Ketika kita [merasa] bahwa Allah tak mau juga memberikan apa yang kita inginkan
Bahkan ketika kita lelah untuk berpikir tentang Dia
Kita lalu mempertanyakan apakah dia ADA
Dan kalau ADA mengapa Ia tidak mendengar dan memenuhi keinginan kita
Lalu kita sampai pada kesimpulan bahwa
Allah tidak ada dan ngapain repot-repot berpikir tentang DIA
Berpikir tentang ALLAH?
Toh Allah tidak ada, bukan?


Coba perhatikan cerita Zen berikut ini:


TIDAK ADA

Yamaoka Tesshu, sebagai seorang pelajar muda Zen,
mengunjungi satu per satu guru. Ia mendatangi Dokuon dari
Shokoku.

Dengan maksud menunjukkan pencapaiannya, ia berkata,
"Pikiran, Buddha, dan makhluk berindera, semuanya tidak ada.
Sifat sebenarnya dari semua fenomena ialah kehampaan. Tidak
ada penyadaran, tiada khayalan, tiada orang bijak, tiada
orang awam. Tidak ada pemberian dan tidak ada yang
diterima."

Dokuon, yang secara diam-diam merokok, tidak mengatakan
apa-apa. Tiba-tiba, ia memukul Yamaoka dengan pipa rokok
bambunya. Ini membuat pemuda itu cukup marah.

"Jika tidak ada apa-apa," jelas Dokuon, "Dari manakah
kemarahan ini bersumber?"


dari manakah semua itu? Darimanakah anda dan saya? Dan dari manakah pikiran anda yang bisa berpikir itu?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar