Bagi William James [yang dikenal sebagai bapak psikologi agama], agama adalah ‘segala perasaan, tindakan, dan pengalaman individual manusia dalam kesendirian mereka, sepanjang mereka memahami bahwa diri mereka berada dalam hubungan dengan apa pun yang mereka anggap sebagai yang-Ilahi.’ Yang menarik dari apa yang disampaikan oleh James melalui bukunya ‘The Varieties of Religious Experience’ adalah bagaimana James menurut saya, menandingi apa yang selama ini diyakini oleh Freud [dengan psikoanalisisnya] dalam dunia psikologi, bahwa agama bertalian dengan gejala ‘neurosis’ saja. Freud mereduksi agama [baca: kelakuan beragama] kebanyakan orang dengan menganggapnya sebagai gejala kejiwaan yang ‘sinting’ dari manusia. Praktek keberagamaan manusia adalah ‘neurosis’ yang dilakukan bersama-sama. Pendekatan yang dilakukan oleh James memperlihatkan bahwa keberagamaan manusia atau kelakukan beragama manusia bertalian dengan dorongan alamiah dalam setiap individu manusia dalam kaitannya untuk memahami yang suci [divine].
Dalam kaitan inilah maka James menaruh perhatian pada pengalaman keagamaan. Ini adalah pendekatan baru dalam studi agama. Dengan kata lain, James melihat fenomena keagamaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan individu manusia itu sendiri. Pengalaman keagamaan pribadi manusia lebih penting daripada berusaha mengerti keberagamaan manusia berdasarkan sisi kwantitasnya saja [kelompok-lembaga formal-statistik]. Pengalamanan akan yang trasenden inilah yang hadir secara nyata dalam keberagamaan manusia. Pengalaman keberagamaan manusia inilah yang kemudian oleh James dikembangkan dengan membagi pengalaman tersebut dalam dua kategori yaitu ‘the once born’ dan ‘the twice born’. Pengalaman yang terkesan ‘dramatis’ bagi hidup individu manusia menjadi semacam transformasi religius dalam kehidupan keberagamaan. Ada ha-hal yang menyebabkan manusia bisa sampai taat sekali beragama dan itu biasanya terjadi karena pengalaman bertemu dengan Tuhan. Menurut James ada juga orang-orang yang kelakukan keberagamaanya terjadi karena adanya kehidupan yang terganggu. Keberagamaan bukan karena kematangan beragama tetapi lebih kepada penderitaan batin seperti terjadinya musibah.
Tetapi lepas daripada itu, James menurut saya mencoba menunjukkan kepada kita bagaimana agama bisa dilihat dari sisi psikologi. James mengetengahkan terminologi agama tidak berangkat dari teologi, sejarah agama atau antropologi. Karena yang dapat ia rumuskan dengan pengertian agama hanya melalui pendekatan psikologis. Dalam pengertian lain, pendekatan psikologi akan memampukan kita untuk melihat emosi dan sikap keberagamaan manusia.
Dengan menggunakan pendekatan ini, kita lebih dapat memahami makna yang paling mendasar dari pengalaman transformasi religius sesuai dengan perspektif individu yang mengalaminya. Dan apa yang dilakukan oleh James saya kira sangat sesuai dengan konteks Indonesia dengan beragam kepercayaan dan keyakinannya [agama] yang jika dilihat dari pendekatan ‘ragam’ pengalaman pribadi sebenarnya unik. Maka, penghargaan terhadap keyakinan yang unik tersebutlah yang memampukan kita untuk menghargai keragaman dalam agama.
Dalam kaitan inilah maka James menaruh perhatian pada pengalaman keagamaan. Ini adalah pendekatan baru dalam studi agama. Dengan kata lain, James melihat fenomena keagamaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan individu manusia itu sendiri. Pengalaman keagamaan pribadi manusia lebih penting daripada berusaha mengerti keberagamaan manusia berdasarkan sisi kwantitasnya saja [kelompok-lembaga formal-statistik]. Pengalamanan akan yang trasenden inilah yang hadir secara nyata dalam keberagamaan manusia. Pengalaman keberagamaan manusia inilah yang kemudian oleh James dikembangkan dengan membagi pengalaman tersebut dalam dua kategori yaitu ‘the once born’ dan ‘the twice born’. Pengalaman yang terkesan ‘dramatis’ bagi hidup individu manusia menjadi semacam transformasi religius dalam kehidupan keberagamaan. Ada ha-hal yang menyebabkan manusia bisa sampai taat sekali beragama dan itu biasanya terjadi karena pengalaman bertemu dengan Tuhan. Menurut James ada juga orang-orang yang kelakukan keberagamaanya terjadi karena adanya kehidupan yang terganggu. Keberagamaan bukan karena kematangan beragama tetapi lebih kepada penderitaan batin seperti terjadinya musibah.
Tetapi lepas daripada itu, James menurut saya mencoba menunjukkan kepada kita bagaimana agama bisa dilihat dari sisi psikologi. James mengetengahkan terminologi agama tidak berangkat dari teologi, sejarah agama atau antropologi. Karena yang dapat ia rumuskan dengan pengertian agama hanya melalui pendekatan psikologis. Dalam pengertian lain, pendekatan psikologi akan memampukan kita untuk melihat emosi dan sikap keberagamaan manusia.
Dengan menggunakan pendekatan ini, kita lebih dapat memahami makna yang paling mendasar dari pengalaman transformasi religius sesuai dengan perspektif individu yang mengalaminya. Dan apa yang dilakukan oleh James saya kira sangat sesuai dengan konteks Indonesia dengan beragam kepercayaan dan keyakinannya [agama] yang jika dilihat dari pendekatan ‘ragam’ pengalaman pribadi sebenarnya unik. Maka, penghargaan terhadap keyakinan yang unik tersebutlah yang memampukan kita untuk menghargai keragaman dalam agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar