Rabu, 06 Oktober 2010

Pancasila penting selama tidak di”sakral”kan


Pancasila seharusnya bisa diperdebatkan. Karena kalau disakralkan, akibatnya Pancasila menjadi sebuah monumen baku. Padahal Pancasila adalah sebagai sebuah prinsip yang seharusnya bisa terbuka. Pancasila merupakan sebuah prinsip dimana moralitas tipis yang disetujui banyak orang mendapat ruangnya.

Bagaimana kita melaksanakan sesuatu yang tipis (misalnya HAM) dalam cara yang tebal dan terinci. Karena permasalahannya justru terletak pada penerapan terinci dari prinsip moralitas tipis. Pancasila sebagai hasil kompromi politik sebagai sebuah mufakat tentang apa yang mendasari negara ini. apa yang paling mendasar itu bisa diterapkan sebagai” yang minimal”

Karena semua ideologi ada di dalamnya: kapitalisme, sosialisme, syariat, dsb. Banyak kepentingan di dalam sebuah negara. Kita cari dari yang berbeda ini, dari semua ideologi, agama, kepercayaan apa yang bisa kita setujui (paling minimal). Prinsipnya tentu adalah tipis. Harus ditafsirkan.

Berbahaya adalah orba menafsir pancasila sebagai yang tunggal. dia tidak lagi tipis tetapi tebal dan tidak bisa disetujui banyak orang karena moralitas tebal itu dipaksakan negara untuk diikuti oleh semua orang dan organisasi kemasyarakatan. Memaksa semua orang setuju dengan pancasila. Walaupun tidak sempurna.

Persetujuan yang dimaksud disebut “kontrak sosial”. Pada zaman orba, kontrak sosial dituduh sebagai “barat”. Orba menyebut bahwa bangsa Indonesia punya yang namanya “kekeluargaan”. Karena kami punya darah daging yang sama, berjuang lepas dari penjajahan yang sama, dan berjuang kembali untuk besar.

Jadi hubungannya adalah hubungan primordial dan bukan kontrak sosial. Sebagai keluarga seharusnya kita tidak boleh mempersoalkan NKRI. Konsep kontral sosial kalau satu pihak melanggar (mis. pancasila) akan ditindak. Kalau keluarga, kan tidak ada keluarga yang sempurna. Jadi wajar-wajar saja…

Hal ini sangat berbahaya. Akhir2 ini kita melihat ada banyak komunitas yang merasa dirugikan dengan pemberlakukan Pancasila sebagai dasar negara. Mereka merasa tidak mendapat tempat di bangsa ini. Misalnya Ahmadiah dan agama-agama suku. Padahal mereka adalah bagian dari bangsa ini, hidup dan menggoreskan perjalananya di bangsa ini. Maka dalam hal ini, saya melihat Pancasila tetap harus bisa diperdebatkan karena ia merupakan 'moralitas tipis' yang diharapkan bisa mengayomi semuanya. Kelompok-kelompok ini harus tetap diberi kesempatan untuk menyuarakan keinginan dan pendapatnya, menyuarakan apa yang selama ini diperjuangkannya. Karena hanya dengan itu, kita tidak memberhalakan Pancasila melebihi Tuhan sendiri yang telah menciptakan kita.

sumber gambar:hminews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar