Dalam sebuah percakapan di telpon dengan teman peziarahan saya, entah bagaimana, kami membicarakan tentang “peran” yang sedang kami jalani. Awalnya saya sedang melihat peran yang sedang dia jalani selama ini. Dari sana saya kemudian menyatakan bahwa selama ini begitu banyak peran yang telah dan sedang ia jalanin. Lalu dia mengajak saya untuk menghitung satu-persatu peran yang telah dan sedang ia lakonkan mulai dari: anak, mahasiswa, pacar, sahabat, konselor, sampai kepada peran sutradara yang sedang ia lakonkan waktu itu [sutradara dalam sebuah pementasan drama tour paskah]. Saya menghitung waktu itu peran yang telah dan sedang ia jalani ada sebanyak 20 peran. “wah, banyak juga” komentar saya. Lalu dia mencoba menghitung peran yang telah dan sedang saya perankan dan waktu itu ada sebanyak 7 peran saja. “dikit banget ya..parah...hahah” kataku dalam hati.
Lalu saya bilang bahwa itu adalah berkat dan talenta yang Tuhan berikan. “lho, kok talenta” tanyanya. “ya, karena tidak semua orang mau memberikan telinga dan hatinya, justru ketika kamu sudah merasa lelah dan capek dengan banyaknya kegiatanmu. Engkau masih menyempatkan diri untuk menjadi sabahat bagi mereka” kataku kepadanya menjelaskan. “engkaupun sangat maksimal dengan peran sutradaramu selama ini, meskipun kamu harus mengalami capek yang teramat berat dan sangat melelahkan, membagi waktu dengan kegiatan lain di luar itu” lanjutku menjelaskan.
Peran. Hm, berapa banyak peran yang telah dan sedang kita jalani?? Mungkin ada yang 1, 2, 10 atau malah lebih dari itu. Kita kadang menjadi seorang sahabat buat orang lain dan pada saat yang lain kita menjadi kakak bagi adek-adek kita. Kita menjadi konselor yang mencoba mendengar pergumulan teman lain dan pada saat lain kita memainkan peran kita sebagai mahasiswa. Lalu, apakah kualitas kehidupan kita ditentukan oleh banyaknya peran yang sedang kita jalani? Menurut saya tidak. Tentu dalam mengarungi hidup ini kita punya peran-peran yang kadang orang lain tidak memilikinya. Mungkin teman kita jauh lebih banyak memainkan peran. Tetapi mungkin saja tidak.
Menurut saya, yang jauh lebih penting adalah seberapa jauh kita menghayati peran kita tersebut. Menghayatinya dengan penuh rasa tanggungjawab dan melakukannya dengan maksimal. Memainkan peran dengan sungguh-sungguh, entah apapun itu, adalah hal yang menurut saya jauh lebih penting. Sebagai seorang sahabat, jadilah sahabat yang baik dan bertanggungjawab, sebagai seorang pacar, jadilah pacar yang bertanggungjawab dengan bertindak jujur dan mengasihi, sebagai seorang anak, jadilah anak yang bertanggungjawab sebagai seorang anak yang menghargai orang tua, sebagai seorang konselor, jadilah seorang konselor yang bertanggungjawab dengan memberikan telinga dan hati anda untuk mendengar pergumulan orang lain.
Menghayati peran dengan sungguh-sungguh adalah sebuah bentuk “kesetiaan” terhadap berkat dan talenta yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Maksud saya begini, dalam diri kita ada banyak potensi yang mesti kita berdayakan dan kembangkan [ingat perumpamaan tentang talenta]. Tentu adalah pilihan bagi kita untuk mengembangkannya atau tidak. Terserah. Tetapi dalam perumpaan tentang talenta, kita diajak oleh si pemberi agar memberdayakan dan mengembangkan talenta tersebut. Dalam diri kita ada banyak talenta termasuk dengan peran-peran yang sedang kita jalani.
Kita mungkin menganggap bahwa yang namanya talenta adalah ketika kita punya keahlian di bidang2 tertentu. Itu menurut saya ndak salah. Tetapi bagi saya, peran sebagai seorang anak, sahabat, pacar, dan apapun yang sedang kita perankan adalah talenta-talenta yang perlu kita kembangkan dengan baik. Tentu dengan setia menghayati peran-peran tersebut, bertanggungjawab dan dengan memaksimalkan melakukan peran-peran tersebut.
Apapun peran kita, entah berapa pun peran yang sedang kita jalani, lakukanlah itu dengan setia, tentu dengan cara bertanggungjawab dan maksimal atas peran-peran tersebut.
Lalu saya bilang bahwa itu adalah berkat dan talenta yang Tuhan berikan. “lho, kok talenta” tanyanya. “ya, karena tidak semua orang mau memberikan telinga dan hatinya, justru ketika kamu sudah merasa lelah dan capek dengan banyaknya kegiatanmu. Engkau masih menyempatkan diri untuk menjadi sabahat bagi mereka” kataku kepadanya menjelaskan. “engkaupun sangat maksimal dengan peran sutradaramu selama ini, meskipun kamu harus mengalami capek yang teramat berat dan sangat melelahkan, membagi waktu dengan kegiatan lain di luar itu” lanjutku menjelaskan.
Peran. Hm, berapa banyak peran yang telah dan sedang kita jalani?? Mungkin ada yang 1, 2, 10 atau malah lebih dari itu. Kita kadang menjadi seorang sahabat buat orang lain dan pada saat yang lain kita menjadi kakak bagi adek-adek kita. Kita menjadi konselor yang mencoba mendengar pergumulan teman lain dan pada saat lain kita memainkan peran kita sebagai mahasiswa. Lalu, apakah kualitas kehidupan kita ditentukan oleh banyaknya peran yang sedang kita jalani? Menurut saya tidak. Tentu dalam mengarungi hidup ini kita punya peran-peran yang kadang orang lain tidak memilikinya. Mungkin teman kita jauh lebih banyak memainkan peran. Tetapi mungkin saja tidak.
Menurut saya, yang jauh lebih penting adalah seberapa jauh kita menghayati peran kita tersebut. Menghayatinya dengan penuh rasa tanggungjawab dan melakukannya dengan maksimal. Memainkan peran dengan sungguh-sungguh, entah apapun itu, adalah hal yang menurut saya jauh lebih penting. Sebagai seorang sahabat, jadilah sahabat yang baik dan bertanggungjawab, sebagai seorang pacar, jadilah pacar yang bertanggungjawab dengan bertindak jujur dan mengasihi, sebagai seorang anak, jadilah anak yang bertanggungjawab sebagai seorang anak yang menghargai orang tua, sebagai seorang konselor, jadilah seorang konselor yang bertanggungjawab dengan memberikan telinga dan hati anda untuk mendengar pergumulan orang lain.
Menghayati peran dengan sungguh-sungguh adalah sebuah bentuk “kesetiaan” terhadap berkat dan talenta yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Maksud saya begini, dalam diri kita ada banyak potensi yang mesti kita berdayakan dan kembangkan [ingat perumpamaan tentang talenta]. Tentu adalah pilihan bagi kita untuk mengembangkannya atau tidak. Terserah. Tetapi dalam perumpaan tentang talenta, kita diajak oleh si pemberi agar memberdayakan dan mengembangkan talenta tersebut. Dalam diri kita ada banyak talenta termasuk dengan peran-peran yang sedang kita jalani.
Kita mungkin menganggap bahwa yang namanya talenta adalah ketika kita punya keahlian di bidang2 tertentu. Itu menurut saya ndak salah. Tetapi bagi saya, peran sebagai seorang anak, sahabat, pacar, dan apapun yang sedang kita perankan adalah talenta-talenta yang perlu kita kembangkan dengan baik. Tentu dengan setia menghayati peran-peran tersebut, bertanggungjawab dan dengan memaksimalkan melakukan peran-peran tersebut.
Apapun peran kita, entah berapa pun peran yang sedang kita jalani, lakukanlah itu dengan setia, tentu dengan cara bertanggungjawab dan maksimal atas peran-peran tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar