Jumat, 15 Juli 2011

Vulpes pilum mutat, non mores

Kalimat dalam bahasa latin tersebut berarti Seekor serigala (dapat) mengubah kulitnya, bukan kebiasaan (wataknya). Mirip dengan kalimat ’serigala berbulu domba’. Meskipun agak susah kita membayangkan bagaimana mungkin seorang serigala berbajukan domba. Kalimat lain yang terkait dengan serigala adalah ‘homo homini lupus’ yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia lain. dalam dua kalimat tersebut agaknya serigala digambarkan sebagai hewan yang tamak dan rakus, karena punya sifat licik (berbulu domba) dan memakan sesamanya.

Serigala sering dipakai sebagai gambaran bagi mereka yang terlihat baik di luar tetapi sebenarnya mereka adalah maling. Beberapa bulan belakangan ini maling-maling yang terkesan seperti tak berdosa dan baik-baik saja itu pelan-pelan mulai terlihat jelas. Mereka tak lain adalah orang-orang yang juga sering sedekahan sama orang dan rajin beribadah. Mereka tampil necis dan terkesan seperti orang baik dan teratur namun di balik penampilan mereka tersembunyi sifat buas. Mereka merancang strategi bagaimana mencuri uang rakyat demi menumpuk kekayaan sebesar-besarnya. Malah menurut saya ini melebihi serigala karena serigala sendiri tak pernah menumpuk makanan.

Serigala berbaju safari juga nokrong di tempat-tempat yang kesannya ‘peduli dengan rakyat’. Namanya gedung rakyat. Mereka (terlihat) berjuang demi rakyat, rapat demi rakyat, dan saling cela (katanya) demi memperjuangkan aspirasi rakyat. Mereka juga melempar senyuman tanda bahwa mereka dekat dengan rakyat. Mereka bahkan pernah memperjuangkan dana untuk ‘rumah aspirasi rakyat’ meski ditolak karena (katanya) uang tersebut akan dipakai untuk mempertebal dompet segelintir orang dan partai.

Namun, kelemahan serigala adalah ketidakmampuan mereka menyembunyikan taring dan cakarnya. serigaLa tetaplah serigala. Meskipun berbaju safari, di dalamnya ia adalah binatang buas yang akan memangsa rakyat. Bukankah itu yang terjadi? Karni Ilias, seorang pemimpin redaksi TVONE dan Presiden dari Jakarta Lawyers Club pernah menyampaikan sebuah kutipan dari seorang filsuf yang berbunyi ‘kemiskinan disebabkan oleh kejahatan yang tak pernah anda lakukan’. Agaknya sang filsuf benar karena apa yang terjadi dengan kemiskinan di kebanyakan masyarakat Asia khususnya di Indonesia justru lebih disebabkan oleh karena para pemimpinnya gemar ‘menumpuk’ harta. Para ‘bandit berdasi’ ini sebenarnya berjuang demi popularitas dan diri mereka sendiri. Pernah seorang tokoh berujar agar diberi ‘amnesti massal’ kepada para koruptor tetapi syaratnya mereka mengembalikan semua kekayaan negara yang dicuri. Tetapi agaknya susah untuk melepaskan diri dari motif tersembuyi sang tokoh yang waktu itu memang sedang berkampanye untuk pemilu.

Para predator ini juga sering bersembunyi di bawah ketiak para penguasa. Maka tak heran jika serigala yang mestinya masuk bui, dengan santainya bercokol di kekuasaan meskipun sebagian terpaksa berpindah tempat ke negara tetangga. Maka ketika sang penguasa teriak untuk ‘bersih-bersih’, sebagian dari kita hanya tertawa geli...sumpeh lo?! Serigala tetaplah serigala. Kita mungkin telah bisa menjinakkan kuda tetapi mampukah menjinakkan serigala? Agak susah karena kadang kita tertipu dengan penampilan mereka-penampilan seekor domba.

Pada suatu hari ada seekor serigala yang kehausan minum air di sebuah sungai kecil. Dia melihat seekor anak domba lemah sedang minum tidak jauh dari tempat tersebut. Serigala ingin memangsa anak domba itu tetapi ia harus mempunyai alasan untuk memakannya. ‘Mengapa engkau mengotori sungaiku?’ tanya serigala kepada anak domba dengan marah. ‘Maafkan saya tuan, saya tidak tahu kalau sungai ini milik tuan’, jawab anak domba dengan ketakutan. ‘Tetapi mengapa engkau menyepelekan aku ketika engkau melihat aku setahun yang lalu?’ tanya serigala lagi. ‘saya belum lahir tahun lalu, tuan’ jawab si anak domba dengan hati-hati. ‘itu pasti anak domba lain’ lanjutnya. ‘itu pasti ayahmu dan kamu harus membayar untuk ketololan ayahmu’, kata serigala sambil menerkam si anak domba. Serigala itu segera memakan anak domba. (dari P. Cosmas Fernandez, SVD, 50 Cerita Bijak)

Yang jahat akan selalu mencari alasan untuk kejahatan mereka. Selalu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar