Partai adalah wajah demokrasi. Jakob Oetama dalam bukunya Berpikir ulang tentang keindonesiaan mengatakan “Amatlah jelas, partai adalah pilar demokrasi. Lewat partai, rakyat memberikan suara dan memilih wakilnya. Patai politik dalam sistem demokrasi adalah saluran suara rakyat, suara kedaulatan rakyat”. Jika partai jadi sarang penyamun, harapan rakyat akan sebuah bangsa yang bersih dan berkeadilan yang justru disalurkan lewat partai politik agaknya mulai diragukan. Hal ini terjadi karena para elit partai politik sudah kehilangan idealis untuk mensejahterakan rakyat. Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Hantu-hantu Politik dan Matinya Sosial menyebutkan: “Ironi dan absudirtas politik bangsa ini membiak seperti virus ke setiap sudut ruang politik bangsa sebagai akibat dari dunia politik yang telah kehilangan sifat transendensinya dan metafisisnya, yang menjadi pijakan nilai setiap wacana politik. Tidak ada lagi sebuah fondasi metafisis yang di atasnya setiap wacana politik menyandarkan dirinya, yang terhadapnya setiap aktor politik merasa takut berdosa (Tuhan), takut tidak dicintai (nasionalitas), takut malu (moralitas) atau takut dihukum (masyarakat)”.
Begitulah wajah demokrasi kita sekarang. Demokrasi yang sudah dihinggapi rayap-rayap politikus yang justru akan membuat demokrasi akan rusak dari dalam. Demokrasi dan partai membusuk dan berkarat akibat perilaku kader-kadernya. Salah seorang politikus bahkan pernah mengatakan agar rakyat jangan sampai pada opini bahwa gedung rakyat adalah sarang penyamun. Karena di sana masih banyak orang baik. Tetapi rakyat sudah terlanjur tidak percaya dan apatis dengan semua hal yang katanya ‘berjuang untuk rakyat’. Demokrasi yang kita banggakan pelan-pelan dihancurkan sendiri oleh pelaku dari pilar demokrasi-PARTAI.
Dan sungguh sangat disayangkan bahwa kini partai demokaratan, partai besutan esbeye itu, yang mengklaim diri sebagai partai bersih, jujur dan cerdas agaknya sudah tinggal slogan saja. Karena realitasnya partai ini dihinggapi oleh rayap-rayap politik yang hanya berpikir selamat, diri sendiri dan cari untung. Komaruddin Hidayat dan Abdullah Wong dalam buku 250 wisdoms: membuka mata, menangkap makna menuliskan demikian: Koruptor bagaikan rayap yang tidak kelihatan, namun menghancurkan rumah dari dalam. Basmi koruptor sebelum Indonesia roboh dari dalam. Begitulah realitas politik Indonesia sekarang ini. Demokrasi dirusak justru dari mereka yang juga adalah sesama anak bangsa.
Para penyamun dan rayap-rayap ini mesti segera dibasmi jika negara ini ingin selamat. Karena apa? Dalam sebuah orasi yang diselenggarakan oleh IMPULS, J. Kristiadi mengatakan “kredibilitas demokrasi yang rusak akan menyebabkan gelombang balik yang dapat mengembalikan bangsa bersangkutan kepada sistem kekuasaan yang menindas atau bahkan menjadi anarki sosial yang tidak kalah destruktifnya dengan sistem kekuasaan yang otoriter”. Kekwatiran J. Kristiadi ini tidaklah berlebihan. Karena selama 13 tahun reformasi, demokrasi yang kita gembor-gemborkan sudah makin rusak dan sepertinya akan masuk UGD. Jika rakyat sudah tidak percaya, tidak menutup kemungkinan gelombang balik yang menghantam demokrasi dan pilar-pilarnya ini akan terjadi. Dan ini yang kita tidak inginkan! Karena betapapun buruknya sistem demokrasi toh sistem ini masih lebih baik dibanding dengan sistem lain yang pernah ada (Winston Churchill)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar