Kamis, 14 Juli 2011

Para penyembah mamon


Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (Matius 6:24)

Bagaimana sampai Yesus menyamakan Allah dengan mamon? Verne H. Fletcher dalam bukunya Lihatlah sang Manusia mengatakan bahwa penyamaan mamon dengan Allah adalah buatan Yesus karena pada dasarnya mamon dalam bahasa Aram hanyalah berarti kekayaan dan harta milik. Artinya kata mamon tidaklah berkonotasi buruk dan negatif. Tetapi Yesus mempribadikan uang dan harta benda bahkan menyamakannya dengan dewa sampai-sampai itu dilihat sebagai lawan dari Allah. Penyamaan tersebut tentu terkait dengan kecenderungan orang yang mudah untuk menggantikan Allah dengan mamon itu sendiri. Yesus tidak anti dengan kekayaan tetapi sangatlah berbahaya jika sampai kita menggantikan keyakinan kita kepada harta tersebut. Kraybill dalam bukunya Kerajaan Yang Sungsang mengatakan: ‘Yesus tidak memberikan status keilahian pada pengetahuan, ketrampilan, penampilan, pekerjaan, kebangsawanan maupun kebangsaan. Kekayaanlah, kataNya yang berseru untuk mengendalikan dan membawahi kita seperti yang ilahi’. Tentu, pernyataan Yesus ini sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sikap Yesus yang begitu kritis terhadap mereka yang berharta milik banyak. Apalagi dalam Injil kita menemukan posisi yang jelas dari Yesus dengan berpihak kepada mereka yang miskin dan menderita. Ia tidak mempermasalahkan harta milik itu sendiri tetapi agaknya Yesus menemukan terjadinya ketidakdilan karena harta milik itu justru didapat dari memperalat mereka yang tidak berdaya, misalnya dengan pajak.

Dan bukankah ini yang terjadi dengan elit-elit bangsa ini yang gemar menumpuk harta sampai-sampai negara ini disebut mempunyai sistem ‘kleptokrasi’- dimana para elitnya gemar mencuri sesuatu yang bukan miliknya? Peringatan Yesus akan bahaya mamon terbukti terjadi ketika sebagian elit bangsa ini sibuk beribadah kepada uang dan harta sampai-sampai mengorbankan masyarakat.Tetapi apakah hanya elit bangsa ini yang gemar memuja mamon? Bahkan hal itu terjadi beberapa waktu yang lalu ketika seorang pendeta terpaksa ‘angkat tikar’ dari gerejanya karena jemaatnya tahu bahwa sang pendeta mempunyai utang kartu kredit yang demikian besar. Dan berapa banyak gereja yang gemar menumpuk ‘pemasukan’ daripada mempersembahkannya kepada mereka yang membutuhkan? Itu artinya setiap kita bisa menjadi penyembah mamon ketika mamon itu telah menguasai kita, tak peduli bahwa anda seorang aktifis gereja atau bukan. Kita begitu sayang kepada mamon daripada menggunakan mamon itu untuk kebaikan bersama.

Namun apa boleh buat, negara kita sudah terlanjur dihuni oleh para penyembah mamon. Maka tak heran jika banyak orang merasa bahwa reformasi yang sudah berjalan selama 13 tahun belakangan ini dianggap tak lain hanyalah untuk mendulang emas di negeri sendiri. Sementara rakyat hanyalah korban dari permainan para elit yang sudah terlanjur menggantikan sila KeTuhanan Yang Maha Esa menjadi keMamonan yang Maha Esa. Perlombaan untuk mendulang emas inilah yang akhir-akhir ini kita begitu mudahnya ditemukan pada jiwa-jiwa pemuda seperti Gayes Tambenan dan M. Nazeruddin yang masih berusia 30an.

Kita tidak bisa mengabdi sekaligus kepada dua tuan, yang satu Tuhan dan yang satunya mamon. Oleh sebab itulah, betapa rumah ibadah membanjir bahkan saling numpuk di negara ini, ketamakan dan kerakusan akan uang tidak akan hilang karena simbol dari rumah ibadah sudah digantikan dengan mamon. Ritual-ritual keagamaan di negeri yang katanya paling religius ini, hanyalah kamu flase saja. Sebab ketika kita mengatakan: aku mencintai Tuhan, itu berarti kita membenci mamon. Tetapi ketika hati kita mengatakan: aku mencintai mamon, bukankah dengan sendirinya kita membenci Tuhan. Lalu mengapa kita masih berpura-pura untuk menyapa Tuhan? Mengapa kita masih berlagak seperti orang yang taat kepada Tuhan sedangkan Tuhan tidak lagi bersemayam di hati kita? kita berusaha menipu Tuhan dengan tindakan kita memberi sedekah dan berharap bahwa Tuhan masih bertegur sapa dengan kita. Tuhan sudah kita singkirkan, sekarang kita pun masih menipu dan menyogoknya.

Ah, manusia..berapa lama lag?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar