Dalam buku Fundamentalisme, agama-agama, dan teknologi dituliskan bahwa ada sebuah anekdot terkenal tentang Kitab Yunus yang mengatakan :”sekiranya pun tertulis di dalam Alkitab bahwa Yunus yang menelan ikan paus itu, saya percaya!” Maka menurut buku ini, kelompok fundamentalis yang paling diutamakan adalah doktrinnya tentang Alkitab bahwa Alkitab itu tidak pernah salah dalam hal apapun. Konfrontasi dengan lingkungan seperti perkembangan ilmu pengetahuan (di AS misalnya Darwin) adalah hal yang dianggap sah karena mereka memposisikan diri sebagai pembela kebenaran dari wahyu Allah. Musuh mereka jelas: Ilmu pengetahuan, modernisasi, dan sekularisme. Sehingga jika ada sebuah kekuatan yang mengancam Alkitab apalagi meragukannya, mereka akan ‘pasang badan’ untuk melawan ancaman tersebut.
Namun seorang James Barr mengatakan bahwa pada kenyataannya kelompok fundamentalis ini sebenarnya tidak menolak modernitas bahkan sains modern karena di Inggris para pengikutnya juga merupakan para ilmuwan (saintis). Hal ini misalnya terjadi pada pembuktian kain kafan Turin yang dibela mati-matian melalui pembuktian saintifis bahwa kain tersebut merupakan kain yang pernah dipakai sebagai kain kafan Yesus. Jadi para saintis ini sebenarnya ingin membuktikan bahwa kebangkitan tubuh Kristus secara jasmani adalah benar dan oleh karena itu kebangkitan Yesus di dalam Injil adalah juga benar dan harus dipahami secara harafiah. Ini jugalah yang terjadi di AS dimana sebagian tokoh fundamentalis tidak lagi sejiwa dengan temannya yang lain karena sebagian dari mereka justru anti-inteletualisme. Inilah yang kemudian melahirkan Asosiasi Evangelical Nasional pada tahun 1941.
Peter Berger adalah salah satu pendukung tesis ‘teori sekularisasi’ pada tahun 1950an dan 1960an. Tesis ini secara sederhana mau mengatakan bahwa agama akan tersingkir dari masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi dan modernitas. Bersama Harvey Cox yang terkenal dengan bukunya “secular city’ melihat bahwa bahwa masa depan agama terletak pada gerakan-gerakan akar rumput, seperti fundamentalisme, Pentakostalisme dan teologi pembebasan. Tetapi apa yang terjadi sekarang justru adalah kebalikan dari tesis ‘teori sekularisasi’ tersebut. Agama pada saat sekarang ini justru semakin berkembang dan mengalami kebangkitan yang luar biasa. Berger mengatakan "the assumption we live in a secularized world is false.... The world today is as furiously religious as it ever was." Berger justru melihat bahwa agama mampu mengembangkan identitasnya sendiri dengan berbagai kepercayaan dan praktek-praktek agamanya masing-masing. Hal ini juga nampak dalam apa yang disampaikan oleh David Martin tentang betapa berkembangnya orang-orang Protestan Evangelis khususnya di Afrika dan Amerika Selatan. Martin sebagai seorang Sosiolog menemukan dan melaporkan bahwa kontribusi paling kuat dari gerakan Injili adalah penciptaan mereka terhadap asosiasi sukarela yang cenderung mendorong demokrasi dan bukan totalitarianisme atau upaya menciptakan "masyarakat Kristen."
Jadi pada satu sisi kaum fundamentalis sebenarnya melihat ilmu pengetahuan sebagai ancaman tetapi pada satu sisi mereka justru memakai ilmu pengetahuan untuk mendukung kebenaran yang mereka yakini. Inkonsistensi inilah yang agaknya membuat kita bingung apakah sebenarnya yang namanya fundamentalis agama itu benar-benar menolak akal dan ilmu pengetahuan? Agaknya tidak. Mereka hanyalah orang-orang yang merasa terancam dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang makin meminggirkan agama dari dunia. Sekularisasi dan modernisasi? Berger membuktikan bahwa sekularisasi dan modernisasi yang juga ditentang oleh kaum fundamentalis justru melahirkan identitas keagamaan yang beragam. Klaim (yang juga tentu berasal dari fundamentalis) bahwa agama akan tersingkir juga tidak terbukti benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar