Jumat, 19 Maret 2010

Hermeneutik suspection dalam busur Hermeneutik Ricoeur


Filsafat Paul Ricoeur relatif belum banyak digunakan oleh para teolog di dalam teologi. Stiver mengatakan“....his philosophy is still relatively untapped by theologians”. Dengan demikian, Stiver mencoba menunjukkan bahwa filsafat Ricoeur penting di dalam mengembangkan wawasan teologi. Dan inilah yang saya kira ingin ditunjukkan oleh Stiver yaitu adanya hubungan antara teologi dan filsafat.

Ada tiga tantangan yang dihadapi oleh teolog-teolog kontemporer yaitu postmodernisme, pluralisme, dan praksis. Postmodernisme berhadapan dengan nilai-nilai modernitas yang dicirikan oleh fondasionalis epistemologi, penekanan pada metode yang ketat, kepercayaan objektivisme, pencarian kepastian dan kejelasan, komitmen terhadap dualisme, dan beralih ke subjek yang otonom dengan tradisi tersirat penolakan.. Sebaliknya, postmodernisme menyoroti epistemologi non-fondasionalis, yang diwujudkan dan holistik konsepsi diri (holistic conception of the self), dan komitmen untuk "hermeneutic turn" yang berarti bahwa "semua pengetahuan yang berakar pada tindakan hermeneutis tentang penilaian tidak yakin dapat dibuktikan secara konklusif atau ditunjukkan. Tantangan pluralisme terdiri terutama dalam pengakuan bahwa semua teolog berpikir dari sudut pandang tertentu. Tantangan ketiga, praksis, kepedulian itu sendiri dengan berbagai teologi pembebasan yang bergerak dari "bawah ke atas bukan dari atas ke bawah".

Pentingnya filsafat Ricoeur untuk semua ini adalah bahwa ia telah melawan semua tantangan ini dalam cara yang produktif. Ricoeur mengambil unsur-unsur kunci postmodernitas, pluralisme, dan perhatian kepada praksis, sementara pada saat yang sama menghindari kecenderungan relativistik.

Busur Hermeneutik Ricoeur ini bertalian dengan hermeneutika yang mengintegrasikan “explanation” dan “interpretation” momen objektif dan momen eksistensial penafsiran teks. Dengan begitu Riceour cukup berhasil mengatasi dikotomi Dilthey tentang “penjelasan” dan “pemahaman”. Busur hermeneutik Ricoeur diterangkan bahwa proses/lingkaran hermeneutis itu antara pra-paham, paham dan aksi selalu berada dalam “proses”.

Bahkan ketika kita menganggap bahwa kita sedang berada dalam fase “pra-paham” pun disana terjadi proses memahami dan aksi dan seterusnya. Artinya, Ricoeur ingin mengatakan bahwa sebenarnya pemisahan/ dikotomis Delthey sebenarnya tidak terlalu tepat. Karena misalkan Historis Kristis yang pada zamannya dianggap yang paling objektif pun juga melibatkan subjektif di dalamnya. Busur hermeneutik Ricoeur ini juga oleh banyak ahli dianggap sebagai mediasi antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu humaniora. Dialektika antara objektif dan subjektif, antara eisegese dan eksegese tidak bisa dipisahkan. Tetapi pada saat yang bersamaan, menurut Ricoeur proses kritis juga harus terjadi. Artinya, kita tetap harus menghargai teks dan menempatkannya secara proporsional sehingga yang namanya eksegese tetap harus dilakukan. Hal inilah yang membuat Ricoeur sebagaimana penuturan Stiver masih menggunakan tafsir Historis Kritis dan Von Rad.

Hermeneutik kecurigaan (hermeneutic of suspection) menurut Ricoeur dengan mendasarkan dan mengolah berbagai kajian dari master kecurigaan seperti Freud, Nietzsche, dan Marx adalah cara membaca teks secara berlawanan dengan isi teks. Tujuannya adalah menemukan makna yang terpendam dan kepentingan-kepentingan yang tersembunyi di balik teks. Dengan jelas Ricoeur ingin mengungkapkan bahwa makna tidak hanya muncul melalui teks, akan tetapi makna bisa juga muncul melalui diri pembaca. Artinya, makna yang tidak terkandung dalam suatu teks bisa dimunculkan oleh pembaca. Jadi ada hubungan yang komplek antara teks, pembaca, pengarang dan komunitas penafsir.

Namun perlu Perlu diingat, sebagaimana dijelaskan oleh Dan Stiver, Hermeneutik Kecurigaan berada dalam perdebatan antara ilmu alam dan ilmu humaniora. Proses ini dumulai oleh F. Schleiermacher yang berusaha mendapatkan makna melalui jalan pikiran pengarang sampai kepada karya Hans-George Gadamer yang menyumbangkan gagasan dengan sebuah cakrawala dialektika antara teks dan pembaca, dan peran yang radikal dari pembaca. Adapun Ricoeur mencoba melampaui keduanya dan tidak mau jatuh pada kedua kutub tersebut. Ia tidak mau menempatkan diri kepada Schleiermacher dan kepada Gadamer yang sangat mengagungkan peran pembaca.

Cara melampauinya adalah dengan cara berjalan bersama dalam kedua kutub tersebut yaitu berjalan pada objektifitas namun tetap terbuka pada apa yang mungkin dikatakan teks kepada kita. Hermeneutika kecurigaan Ricoeur berperan penting dalam melihat kemungkinan-kemungkinan yang ingin dikatakan teks kepada kita yaitu dengan bersedia untuk mencurigai, bersedia untuk mendengarkan apa yang dikatakan teks. Dengan demikian terjadi yang namanya proses kreatif di depan teks dimana itu juga berpengaruh terhadap kita sebagai pembaca. Pemahaman dan penjelasan adalah dua hal yang dicoba diangkat oleh Ricoeur. Itu berarti cara berpikir Ricoeur mau mengangkat apa yang ada di belakang teks, di depan teks, bagaimana pengaruh subjek yang adalah penafsir. Perdebatan antara objektifitas dan subjektifitas dilampaui oleh Ricoeur dengan mengatakan bahwa kita tidak bisa memutlakkan salah satunya. Ini pulalah yang kemudian banyak ahli menggolongkannya ke dalam filsuf postmodernisme.

Rujukan bacaan:
Dan Stiver, Theology After Ricoeur. New Directions in Hermeneutical (Kentucky: Westminster John Knox Press, 2000)
Paul Ricour, Hermeneutik Ilmu Sosial (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006)


1 komentar:

  1. halo abdis...wah aku baru tau blogmu kerenz..(mau donks diajarin buat gene..hehe)well aku cuma mau koment (lagi) bukan hermeneutics suspection (suspect kali alias wabah, tapi bener juga si ricouer dah jadi wabah yg menghebohkan anak2 M.Th..hehe..so maybe u means hermeneutics suspicion/ hermeneutik kecurigaan)

    BalasHapus