Jumat, 22 April 2011

Jumat Agung dan Para Korban




Kematian Yesus sering kali dipahami sempit. (semua) yang berdosa sudah diampuni. Jadi, mereka yang nyakitin hati orang lain, sudah berniat jahat sama orang, buat menderita orang dengan kata dan tindakannya, sekarang sudah diampuni. Bersih, suci dan tak bernoda (kayak iklan deterjen pakaian). Benarkah demikian?

Jika kita punya pikiran kayak gini, kita mengkondisikan Yesus sebagai manusia yang tak berpihak kepada korban. Kita sudah nyakitin hati orang dan dengan gampangnya kita merasa sudah terampuni dosanya. ‘Kan Yesus sudah gantiin aku di posisi terdakwa’. Enak banget ya!!

Tetapi coba anda di posisi korban. Anda bisa bayangkan kalo tindakan pengorbanan Yesus adalah tindakan menyakiti para korban. Karena orang yang bersalah dengan gampangnya terbebas dengan darah Yesus. Bukan hanya itu, jika ini yang kita pahami, maka hubungan terdakwa dan korban terputus begitu saja.

So, saya punya pemahaman lain soal pengorbanan Yesus. Anda tidak harus setuju dengan saya! Dalam pemahaman saya, Yesus tidak berdiri di posisi terdakwa melainkan berdiri di posisi korban. Ia tidak berpihak kepada mereka yang disebut pelaku. Ia bukanlah Allah yang tak berperasaan dengan mengabaikan hati para korban. Justru sebaliknya, pengorbanan Yesus adalah tindakan keberpihakannya kepada para korban. Ia bisa merasakan bagaimana rasanya disakiti, dibuat menderita, ditindas dan itulah yang membuat Dia mengambil keputusan untuk bersama dengan mereka.

Dengan berdiri bersama mereka para korban, Allah menjadi Allah para korban. Maka kita yang tergolong sebagai ‘terdakwa’, yang suka menindas orang lain, yang suka berniat jahat kepada orang lain, mesti menanggapin kematian Yesus dengan meminta maaf kepada mereka para korban. Kita harus melakukan rekonsiliasi dengan mereka yang disebut para korban. Perjumpaan inilah yang seharusnya terjadi ketika kita merayakan Paskah.

1 komentar: