Kamis, 14 Januari 2010

Kampus UKDW dalam foto





Keseimbangan: Pelayanan untuk Tuhan (Lukas 10:38-42 dan Yohanes 11:1-44)


Kisah Maria dan Marta adalah sebuah kisah yang menarik. Mengapa? Karena dalam bagian ini diceritakan mengenai bagaimana sambutan terhadap Yesus dilakukan. Marta menyambut Yesus dengan menyediakan jamuan bagiNya, sedangkan Maria, saudaranya lebih memilih duduk dekat Yesus dan mendengarkan Yesus berbicara.


Banyak orang menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Marta adalah sesuatu yang tidak benar oleh karena ia lebih mementingkan masalah yang sifatnya “duniawi” ketimbang mendengarkan Yesus. Hal ini menyebabkan orang lebih memilih sambutan dengan cara Maria dan mengabaikan sambutan Marta. Tetapi apakah hal demikian benar?


Perlu diingat bahwa Yesus dan para muridNya sedang dalam perjalanan (ayat 38). Tentunya, adalah hal yang wajar ketika Marta menyambut mereka dengan mempersiapkan jamuan (diakoni,an: pelayanan meja). Tentu apa yang dilakukan Marta berhubungan erat dengan makanan dan minuman, karena Yesus dan para murid tentunya telah lelah dalam perjalanan.


Maria lebih memilih untuk duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkanNya (ayat 39). Hal inilah yang menyebabkan Marta merasa bahwa Maria tidak membantuNya (ayat 40). Agaknya kesibukan Marta tidak menjadi kesibukan saudaranya Maria. Namun, atas permintaan Marta agar Yesus menyuruh Maria membantuNya, Yesus berkomentar bahwa Marta “kuatir” dan menyusahkan diri dengan banyak perkara (ayat 41). Dia melanjutkan bahwa Maria “telah memilih bagian yang terbaik” yang tidak akan diambil padaNya (ayat 42).


Namun narasi Injil Yohanes memberi kita petunjuk lain. Anggapan bahwa Marta hanya terikat dengan “perkara” duniawi, nyatanya tidak sepenuhnya benar. Justru pada bagian tentang cerita Lazarus nampak bahwa Marta adalah orang yang tidak hanya peduli dengan “perkara duniawi” saja, namun ia juga memiliki iman yang luar biasa. Dalam ayat 20 diceritakan bahwa Marta pergi mendapatkan (u`ph,nthsen: ia pergi menjumpai Yesus) Yesus sedangkan Maria tinggal di rumah. Bahkan imannya membawa ia pada pengakuan percaya akan kemesiasan Yesus (Yohanes 11:27). Pengakuan Marta ini tentu saja luar biasa. Kita masih ingat dengan pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias. Namun kali ini, yang mengatakan hal itu bukanlah Petrus (laki-laki) namun seorang perempuan, yang menyediakan diri untuk melayani kebutuhan perut Yesus dan para murid ketika mereka sedang kelelahan. Pengakuan itu bukan keluar dari mulut Maria yang justru menghabiskan waktu mendengarkan perkataan Yesus.


Kelihatan bagi kita bahwa Marta bukanlah orang yang tidak menyediakan diri untuk mendengarkan Yesus. Pelayanannya dengan menjamu Yesus dan para murid adalah hal yang bisa ia lakukan. Namun, dalam kaitannya dengan itu, perkataan Yesus kepada Marta bahwa ia terlalu kuatir dan terlalu sibuk hanyalah untuk mengingatkan bahwa Marta juga harus menyediakan waktu untuk mendengarkan Yesus. Dalam Yohanes 11 kita melihat bahwa Marta justru punya iman yang luar biasa kepada Yesus lewat pengakuanNya bahwa Yesus adalah Mesias.


Banyak orang, termasuk perempuan memahami pelayanan. Dua model di atas setidaknya menggambarkan hal itu. Ada orang yang sibuk dengan pelayanan di gereja dan mengabaikan perkara-perkara jasmani. Ia menghabiskan waktu untuk pelayanan sehingga ia tidak punya waktu lagi untuk keluarganya sendiri, teman dan sesama. Namun disisi lain, ada juga orang yang lebih mementingkan hal yang sifatnya jasmani dan melupakan pelayanan untuk Tuhan. Partisipasi aktif dalam pelayanan gereja tidak menjadi kepedulian kelompok ini. Mereka mengatakan bahwa dengan melayani keluarga, terlibat dalam berbagai aktiftas sosial cukup untuk melayani Yesus.


Betul bahwa semua itu dilakukan untuk melayani Yesus. Pelayanan, baik yang sifatnya di gereja maupun di luar gereja seharusnya di arahkan untuk Tuhan. Namun dalam kenyataanya ada banyak orang yang “dikuasai” oleh kesibukannya. Ia terbawa dalam hawa nafsu untuk setiap hari telibat dalam perkara duniawi sehingga lupa meluangkan waktu untuk mendengarkan Tuhan.


Yang diinginkan Tuhan adalah keseimbangan. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang seimbang. Ibu Teresa adalah contoh yang baik untuk hal ini. Ia pernah mengatakan bahwa yang menyanggupi ia melakukan pelayanan kepada orang miskin adalah spirit dari doa yang setiap pagi ia panjatkan. Ibu Teresa menyambut Yesus dalam diri orang miskin lewat tindakan sosialnya dan doa di pagi hari untuk mendengarkan suara Yesus.

Ku bakar cintaku [Emha Ainun Nadjib]

about my family

my photo and my brothers when we were kids
[place: Grandma's house on the Pulau Tello]


Papa n Mama in front of my campus [UKDW]


when I was graduation ceremony, the last september 2008


Selasa, 05 Januari 2010

baca alkitab paham budaya alkitab

Membaca Alkitab sama halnya membaca sebuah dunia, yang tentu saja berbeda dengan dunia kita sekrang. Itu berarti apa? Anda bertemu dengan sebuah budaya yang berbeda dengan anda! Budya yang berbeda inilah yang perlu dipahami dengan baik. Anda tidak akan mengerti mengapa orang Israel berpuasa jika anda tidak melihatnya dari pengalaman dan sudut pandang bangsa Israel. Ada juga tidak akan memahami mengapa banyak kata "perang" jika anda tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dunia mereka.

Nah, membaca Alkitab pertama-tama adalah memahami budaya yang berbeda dengan kita. Budaya bangsa kita tentu saja berbeda dengan budaya orang beriman mula-mula. Contoh yang jelas adalah pemakaian kerudung. Orang beriman tentu saja memakai kerudung oleh karena mereka berpakaian seperti itu. kondisi geografis yang penuh dengan debu dan panas mengharuskan mereka memakai penutup kepala bahkan badan. hal itu logis dan wajar. Karena jika tidak, mereka akan tersengat oleh sinar matahari yang amat-amat panas dan akibatnya mereka juga akan dehidrasi. nah cara berpakaian mereka tersebut tidak harus diikuti oleh orang beriman di dunia yang berbeda. Misalnya di Indonesia. Kita tidak perlu wajib memakainya karena iklim di daerah kita relatif baik dengan kita. Pun jika panas, kita bisa memakai payung atau melindungi kepala kita dengan topi. Nah, mengapa gambar2 komunitas umat beriman memakai kerudung, oleh karena alasan tersebut. Budaya kita jelas berbeda bukan?!

Emi FujiTa

Senin, 04 Januari 2010

Sabtu, 02 Januari 2010

Tanggapan terhadap buku Jesus Today karangan Albert Nolan [Kanisius, 2009]


Saya baru saja menyelesaikan membaca buku Jesus Today. Sebagaimana judulnya maka dua hal yang menurut saya menjadi inti dari buku ini. Yang pertama adalah Yesus sendiri dan yang kedua adalah kata “Today”. Buku ini memang menyoroti Yesus sebagai pusat. Lebih tepatnya Yesus sebagai pusat Spritualitas. Maka pekenanan buku ini terletak pada bagaimana kita memahami spritualitas Yesus. Nolan dengan tegas membedakan buku ini dengan buku “Teologi” [hlm. 17]. Alasan Nolan adalah karena spritualitas berhubungan dengan pengalaman dan praktek, sedangkan teologi menurutnya berhubungan dengan doktrin dan dogma. Ia juga membedakan bukunya dengan buku Kristologi karena buku ini bagi dia tidak sedang berbicara mengenai makna teologis hidup, kematian dan kebangkitan Yesus. Menurutnya, buku ini lebih menaruh perhatian pada pengalaman dan sikap-sikap Yesus dibalik apa yang Dia katakan dan perbuat yang ”membakar” dan memberi inspirasi. Untuk melihat hal tersebut, Nolan memanfaatkan hasil-hasil peneliian mutakhir seperti arkeologi karena menurutnya spritualitas Yesus akan dipengaruhi dengan lingkungan sosial budaya dimana Yesus hidup.

Kata Today merujuk kepada bagaimana kita memahami Yesus dari sudut pandang kontemporer. Bagaimana kita melihat Yesus pada zaman skrang ini. Artinya bagaimana kita melihat Yesus sebagai pusat dari Spiritualitas kita [bukan objek spritualitas, tetapi bagaimana kita belajar dari Yesus tentang Spiritualitas] dengan berkaca dan berefleksi terhadap isu-isu kontemporer yang sedang kita hadapi.

4 Cara untuk Nyambung dengan Orang Lain

KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, khususnya yang pemalu, untuk bisa “nyambung" dengan orang lain bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika baru bertemu dengan orang baru. Rasanya lebih baik mengerjakan setumpuk tugas ketimbang harus memulai basa-basi. Menjelang akhir tahun, akan ada banyak undangan dan pertemuan dengan kerabat atau kolega tapi Anda bingung bagaimana caranya untuk bisa bersosialisasi dengan orang-orang yang belum terlalu Anda kenal? Coba simak trik berikut:

1. Ciptakan kontak mata. Dalam buku How to Instantly Connect With Anyone, karangan Leil Lowndes mengatakan bahwa kontak mata menggambarkan “kejujuran, hormat, ketertarikan, kecerdasan, keterbukaan, dan kepercayaandiri. Namun, yang membuat kontak mata cukup berkualitas adalah; lamanya. Anda butuh memandang mata seseorang cukup lama untuk bisa benar-benar berkoneksi dengannya, bukan pandangan selintas lalu.

Anda harus menatap mata seseorang cukup lama untuk benar-benar bisa berkoneksi dengannya. Lowndes memberi strategi mudah untuk mempertahankan kontak mata. Caranya, perhatikan bentuk mata si lawan bicara, hitung berapa kali ia mengedip, ingat bentuknya, atau bentuk asimetri matanya.

2. Gunakan sentuhan yang “hampir”. Menyentuh lengan seseorang atau pundaknya merupakan teknik merayu standar. Menyentuh seseorang merupakan pertanda adanya kenyamanan dan kesamaan minat. Lowndes menyarankan untuk melakukan hal yang lain jika Anda tidak ingin orang yang Anda ajak bicara merasa dilanggar privasinya. Anda bisa mencoba gerakan “hampir” sentuh. Julurkan tangan Anda seakan akan menyentuhnya, namun berhentilah sebelum menyentuhnya. Untuk pria, gerakan ini akan membuatnya berandai mengira-ngira apa arti gerakan itu, sementara untuk wanita, ia akan menganggap gerakan ini sebagai bentuk afeksi tapi tak bisa menuduh Anda untuk melanggar batasan pribadinya.

3. Antusias dan bersemangat hingga satu titik. Bagaimana Anda menyamakan ketertarikan dengan seseorang tanpa terlihat berlebihan? Biarkan orang lain bicara terlebih dulu, lalu samakan tingkat antusiasmenya. Dengan begini Anda tak terlihat tak tertarik atau putus asa. Ini akan berhasil untuk orang yang pertama kali Anda temui.

4. Ciptakan impresi akhir yang baik. Cara Anda mengucapkan selamat tinggal bisa jadi akan lebih penting daripada cara Anda mengucapkan halo. Studi menunjukkan bahwa ketika diminta mengingat suatu insiden, mereka lebih sering untuk mengingat apa yang mereka rasa di akhirannya ketimbang di pertengahannya. Untuk menciptakan kesan yang baik, Lowndes menyarankan untuk tidak hanya menyampaikan salam perpisahan, tapi ucapkan satu kalimat perpisahan penuh dengan nama si orang tersebut diselipkan di dalamnya. Misal, “Senang bisa kenalan dengan Anda, Linda.” Atau, “Ami, terima kasih untuk ngobrol-ngobrolnya, sampai ketemu lagi, ya.” Cobalah untuk bersikap hangat dan bicara dengan energi yang kurang lebih setara dengan ketika Anda mengucapkan “halo” di pertama kali.

Jumat, 25/12/2009 | 06:27 WIB
sumber: http://female.kompas.com/read/xml/2009/12/25/06274746/4.cara.untuk.nyambung.dengan.orang.lain

BERITAKANLAH KABAR BAIK BAGI MEREKA YANG SENGSARA (Yesaya 61:1-3)


Pendahuluan
Saya pernah bertemu dengan salah seorang jemaat di tempat saya stage (praktek kejemaatan). Kurang tahu dimulai dari mana tiba-tiba saja dia berkata kepada saya: “Dis, saya heran kenapa kalau kita berdoa, dalam mendoakan orang-orang yang kekurangan atau yang sedang berbeban berat kita kebanyakan berkata :Ya Tuhan, kiranya Engkau menolong mereka dan Engkau cukupi kebutuhan mereka dan Engkau gerakkanlah orang-orang untuk membantu mereka. Lalu saya tanya: “ada apa dengan Doa ini?” Lalu dia menjawab: “coba perhatikan, dalam doa kita selalu menyuruh Allah untuk menolong orang miskin dan kekurangan dan yang kedua kita selalu menyuruh supaya orang lain yang tergerak di dalam membantu mereka !”. Kenapa kita ndak pernah berdoa: “Ya Tuhan, mampukanlah kami agar kami tergerak di dalam membantu mereka yang kekurangan. Bukankah kita sendiri yang diutus Tuhan untuk menyatakan kasih yang Ia sendiri telah nyatakan kepada kita terlebih dahulu? Mengapa kita seakan-akan punya otoritas dalam hal mengutus. Kita yang diutus, bukan yang mengutus! Apakah mungkin karena keyakinan bahwa Allah “BISA” melakukan apapun yang akhirnya membuat kita, sebagai yang diutus menjadi saksi-saksi Tuhan melepaskan tanggungjawab dalam melayani mereka yang kekurangan dan berbeban berat. Kenapa kita ndak berdoa: “Ya Tuhan, mampukanlah kami untuk tergerak membantu!” [atau sekali lagi: Tuhan kan punya kuasa, Tuhan bisa kasih jalan keluar! Biarlah Tuhan membebaskan mereka dan biarlah Tuhan pake orang lain, asal jangan saya deh]. Sumber kekuatan ada pada Tuhan (kita meyakini bahwa Tuhanlah yang memberikan kita kekuatan di dalam melayani, semangat dalam menolong orang lain, sehingga pelayanan kita tidak kering dan gersang, tetapi yang dipakai untuk menjadi saluran berkat adalah “kita sendiri”.

Siapa mereka yang sengsara?
Ketika kita berbicara tentang mereka yang sengsara karena kemiskinan, pasti ada orang yang bersukacita karena kecukupan, ketika kita berbicara tentang mereka yang remuk hatinya, tentu ada orang yang tidak remuk hatinya, dan ketika kita bicara tentang orang-orang yang tertawan berarti ada orang yang ndak tertawan. Pertanyaannya sekarang, mana yang lebih baik, menjadi orang yang sengsara atau yang bersukacita, menjadi orang yang remuk atau orang yang hidup normal, menjadi orang yang tertawan atau yang bebas? Pasti kita akan memilih yang lebih baik: sukacita, hidup normal dan menjadi orang bebas. Tetapi saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, realitanya dunia sekarang ini, tidak terkecuali bangsa dan negara kita, penuh dengan berbagai macam persoalan kehidupan yang mirip dengan keadaan yang dihadapi oleh nabi Yesaya. Orang-orang sengsara, orang yang remuk hatinya, orang-orang tawanan (yang ada dalam penjara). Dalam konteks nabi Yesaya dicatat demikian. Namun dalam konteks kita sekarang kita melihat bahwa bukan hanya itu. Meskipun bangsa ini merayakan ulang tahunnya ke-62 (sebuah umur yang sebenarnya sudah cukup matang sebagai sebuahh negara), kita masih melihat bahwa kemerdekaan ini hanya dirasakan oleh segelintir orang saja. Bahkan, kita masih bisa membuat daftar yang lebih panjang yang masuk dalam golongan orang-orang sengsara. Mereka itu ADA dan jangan menganggap mereka tidak ada, atau seolah-oleh menganggap mereka tidak ada, atau tahu ada tapi masa bodohlah, atau sadar bahwa mereka ada tetapi ndak ada simpati sedikit pun. Atau sama seperti doa yang tadi kita panjatkan, biarlah Tuhan yang mengangkat mereka dan saya ya diam saja. Kan Tuhan lebih berkuasa daripada saya. Apakah seperti itu?

Dalam tulisanya di Kompas, 21 Juli 2007, dengan judul: Pekikan Hak “Anak-anak Pinggiran”, F. Budi Hardiman seorang Dosen di STF Driyarkara menuliskan bahwa “anak-anak pinggiran” yang adalah anak jalanan, pengamen, joki three in one, pemulung cilik, pengasong, berusia 5-17 tahun. Sebagian lain bekerja sebagai buruh pabrik. Bayangkan bahwa masa kecil mereka dihabiskan tidak seperti anak kebanyakan, yang selalu berwajahkan senang dan bahagia. Jangan bisa bermain, malah mereka harus mencukupi kebutuhan mereka sendiri dalam usia yang masih belia seperti ini. Mereka yang oleh Hadirman sebagai KORBAN ada diantara wajah kita, tampak di persimpangan jalan, di pabrik, dalam angkutan umum, di perkebunan dan di dekat timbunan sampah. Mereka sering kali kita lihat, namun kita melihat mereka “seperti modus melihat lalat, yakni melihat serentak mengabaikan”. Padahal, mereka ini sebenarnya adalah korban orang dewasa, korban pasar yang dikendalikan oleh kapital-kapital besar dan punya uang, mereka adalah korban dari negara yang melihat mereka setengah mata, korban masyarakat yang sangat egoistik, korban keluarga yang dipenuhi dengan pertengkaran dan konflik , bahkan korban dari gereja yang hanya memikirkan dirinya sendiri, dan mungkin juga korban dari lembaga pendidikan yang hanya berurusan dengan bangunan dan fasilitas kemegahan kampus, dsb.

Bagaimana tanggapan kita?
Bagaimana kita menanggapi ini? Apakah kita harus menunggu Tuhan datang ke dunia supaya membebaskan mereka (gila, harus berapa kali Tuhan datang ke dunia?), ataukah kita sadar bahwa kita adalah tangan-tangannyanya Tuhan, yang diutus ke dalam dunia memberitakan khabar baik yang membebaskan dan melegakan. Nabi Yesaya diurapi dan diutus oleh Tuhan untuk memberitakan khabar baik? Bagaimana dengan kita yang mengaku adalah saksi Kristus di dunia, yang juga telah diutus ke dalam dunia dalam Imamat Am orang percaya, sudahkah kita menyampaikan khabar baik yang membebaskan?

Kita adalah murid-murid Tuhan (Imamat Am) yang diutus untuk menjadi saksiNya, maka juga kita punya tanggungjawab dalam mewartakan khabar baik yang membebaskan, mulai dari keluarga, tempat kita kerja, tempat kita kuliah, di lingkungan kita berada, dalam pergaulan dengan teman dan sahabat bahkan di gereja kita dituntut untuk menjadi duta-duta yang mewartakan khabar sukacita yang membebaskan. Jangan sampai pengakuan kita bertolakbelakang dengan apa yang kita lakukan, yang karenanya kita bukannya menjadi duta-duta Tuhan namun menjadi duta-duta yang penuh dengan batu sandungan. Banyak orang di sekeliling kita membutuhkan kehadiran kita, membutuhkan kehadiran duta-duta Tuhan yang mewartakan sukacita di tengah-tengah penderitaan dan kemalangan serta beban berat yang dialami. Maka sudah seharusnya hidup kita bermakna dan berarti bagi mereka yang tertawan dalam penderitaan dan beban berat

Pdt (alm) Eka Darma Putra pernah menuliskan dan menggambarkan bagaimana kita terlalu sibuk sehingga lupa pada tugas dan tujuan kita. Ia mengatakan bahwa kita itu seperti orang yang lagi menunggu kereta api di stasiun. Sementara ia menunggu, ia melihat sebuah kancing bajunya lepas. Segera diperbaikinya. Selesai itu, wah, tali sepatunya putus. Segera dibelinya yang baru. Hey, ternyata celananya terusap lumpur! Dicarinya air untuk membersihkannya. Dan begitu seterusnya. Dan akibatnya, ia lupa untuk apa ia sebenarnya ia ada di stasiun tersebut. Kereta api yang ditunggunya sudah datang. Bahkan sudah berangkat lagi! Namun begitu sibuknya, semua itu tidak disadarinya. Kedatangannya ke stasiun itu menjadi sia-sia. Kata seorang teman saya: ndak kok mas, gereja itu peduli kok, tetapi sifatnya pragmatis. Artinya selama itu berpengaruh terhadap keberadaannya ia akan ngomong dengan lantang. Namun jika ndak, yang diam saja. Lihat saja permasalahan lumpur Lapindo, kan ndak ada pengaruhnya. Yang kena lumpurnya kan bukan gereja, apalagi yang ada di Jogja, atau lihatlah gereja yang dibakar di sebuah kota di Jawa Barat, kan bukan gerejanya, jadi ngapain dipikirin. Toh ndak pengaruh. Dan mungkin juga, ndak dosa. Kebetulan belum terdaftar di sepuluh Hukum Taurat (namanya aja sepuluh, ya sepuluh). Jangan ditambah!!

Dengan berat hati, kita harus mengakui bahwa kemerdekaan kita masih belum membebaskan. Dan mungkin karena anda dan saya yang terlalu sibuk, dan lupa akan tujuan kita ada di dunia ini. Kita sebagai duta (apalagi duta wacana yang adalah duta firman) harus mau berusaha untuk memberitakan khabar baik bagi siapa saja, dimulai dari DOA yang benar bahwa kita diutus bukan mengutus Tuhan, senyuman yang tulus kepada mereka yang kita anggap musuh dan benci, dan sebagai mahasiswa, seperti saya yang masih belum menjadi (maha)siswa, mari atur waktu dengan baik sehingga seperti kata nagabo dalam film naga bonar, dengan kehadiran dan kesuksesan, kita telah mengurangi orang-orang sengsara di negara yang mengaku merdeka ini.



Di Meksiko, "Kiamat" Diramalkan Terjadi 2010

KOMPAS.com — Tak usah tunggu 2012, banyak orang Meksiko bahkan takut menghadapi 2010. Kenapa? Menurut kepercayaan Meksiko, sejarah berulang setiap 100 tahun. Seratus tahun lalu, tahun 1910, revolusi Meksiko memakan korban lebih dari sejuta orang. Selain itu, persis seabad sebelumnya pada tahun 1810, perang kemerdekaan Meksiko dimulai. Perang ini berlangsung 10 tahun dan juga berlinang darah.

Maka dari itu, banyak kalangan di Meksiko khawatir pada 2010 akan terjadi kerusuhan lagi, terutama dari kelompok-kelompok militan di selatan perbatasannya. Apakah ketakutan ini beralasan? Memang kelihatannya keadaan Meksiko tidak selabil tahun 1809 ketika Meksiko masih dijajah Spanyol, atau 1909 semasa pemerintahan brutal Porfirio Diaz. Namun, kali ini Meksiko sedang mengalami tingkat kekerasan kriminal dan kelesuan perekonomian yang terburuk sepanjang sejarah. "Kita di ambang krisis sosial," ungkap José Narro, Direktur Universitas Otonomi Nasional Meksiko.

Kekhawatiran utama kini adalah bila kartel narkoba Meksiko, yang selama sepuluh tahun belakangan ini bertanggung jawab atas kira-kira 15.000 pembunuhan, mempersenjatai kelompok-kelompok gerilya. Mereka bisa memanfaatkan ketakutan atas ramalan kekacauan 2010 dan memprovokasi rakyat untuk melawan Presiden Felipe Calderón yang gencar melawan perdagangan narkoba. Akhir tahun kemarin, pihak berwajib Meksiko juga menyita sejumlah besar persenjataan yang diduga akan dikirim dari Zeta, geng narkoba yang sangat agresif, kepada José Manuel Hernandez, yang dikabarkan merupakan pemimpin dari Tentara Revolusi Populer (EPR). EPR tahun-tahun sebelumnya mengaku bertanggung jawab atas penyerangan infrastruktur perminyakan Meksiko dan juga pengeboman enam jalur pipa minyak pada tahun 2007.

Namun di pihak lain, pengamat politik seperti Denise Maerker, kolumnis dari harian El Universal di Mexico City, justru khawatir bahwa Pemda Meksiko seperti di Chiapas, tempat ditemukannya persenjataan tersebut, memakai ketakutan 2010 untuk menekan aktivis sosial. "Mereka menghubung-hubungkan para pembela kaum miskin dengan kelompok-kelompok bersenjata," kata Maerker, yang bahkan meragukan bukti bahwa Hernandez adalah pimpinan EPR.

Di samping ancaman kekerasan, kelesuan perekonomian Meksiko juga kian menghantui. Karena ketergantungannya pada pasar A dan juga kiriman uang dari tenaga kerja Meksiko di AS, maka resesi global tahun lalu juga memukul Meksiko. Produk domestik bruto Meksiko berkurang 5 persen pada tahun 2009 sehingga memperburuk tingkat pengangguran dan kemiskinan. Laporan pada tahun 2009 dari Colegio de Mexico, salah satu universitas terkemuka negara itu, juga memperingatkan bahwa, "Ledakan sosial nasional sudah di ambang pintu." Uskup gereja Katolik Roma, Gustavo Rodriguez, mengatakan, "Kita tak bisa memisahkan krisis ekonomi dari kekerasan dan kriminalisme yang kita alami hari demi hari."

Namun, walau ada bayangan ketakutan untuk 2010, Calderón bersikeras ingin memutus siklus kekerasan tiap abad itu sehingga 2010 bisa menjadi tahun yang membawa "momen transformasi yang damai." Calderón memulai usahanya di penghujung tahun 2009 dengan mereformasi politik Meksiko sehingga memperbolehkan pengangkatan kembali untuk pejabat seperti wali kota dan pembuat undang-undang, walau presiden tetap dibatasi hanya satu masa jabatan selama 6 tahun. Perubahan ini penting untuk memulai 2010 karena larangan pengangkatan kembali itulah yang menjadi pemicu revolusi pada tahun 1910.

Namun, tetap saja Calderón harus memutar balik keadaan ekonomi juga. Menurut Maerker, warga Meksiko sudah "lelah dengan keadaan ekonomi ini." Kalaupun pada 2010 tak terjadi pergolakan bersenjata, bisa saja rakyatnya patah semangat.

Sabtu, 2 Januari 2010 | 09:54 WIB

Teman-teman teoLogi





Kopi


Kopi pertama d awal tahun:-D

Jumat, 01 Januari 2010

Anekdot Jelang Tahun Baru: Semua Berawal Dari T

Ada anekdot dari dokterku, namanya dokter dito, orangnya periang dan baik hati….

Terkisah Tukang Tempe Telah Tertipu Tukang Tahu. Tukang Tempe Tahu
Ternyata Tipuan Tukang Tahu Terlampau Tragis. Tanpa Tunggu Tempo Tukang
Tempe Tonjok Tukang Tahu. Tukang Tahu Tertonjok Telak Tepat Terkena
Tengkuknya. Tukang Tahu terus Teriak-Teriak Tanpa Terhenti “Tolong!!!
Tolong!!! Tukang Tempe Tonjok Tukang Tahu, Tahunya Tumpah Tercecer
Tercampur Tanah!!!”

Tukang Tempe Tak Terima Terhadap Teriakan Tukang Tahu. Tukang Tempe
Turut Teriak-Teriak “Tukang Tahu TuTi!!! (Tukang Tipu). Teriakan Tukang
Tempe Terdengar Tante Tuti. Tante Tuti Tak Terima Terhina Teriakan Tukan
Tempe. Tante Tuti Turut Teriak “Tukang Tempe Tukang Togel!!!!” Tukang
Togel Teramat Terpukul Terimbas Teriakan Tante Tuti. Ternyata Tukang
Togel Telah Tahu Tante Tuti Teramat Tengil. Tukang Togel Turut Tonjok
Tante Tuti. Tak Terima Tonjokan Tukang Togel Tante Tuti Tampar Tukang
Togel “Teplak!!!!” Ternyata Tamparan Tante Tuti Telah Tercap Tamparan
Terdahsyat. Tukang Tempe Terbengong Terhadap Tatapan Tante Tuti. TUkang
Tahu Terus Tampar Tukang Tempe Telak Tepat Telinganya. Ternyata Tanpa
Tahu Tukang Tempe Tukang Tahu Teramat tertarik Terhadap Tante Tuti

Tante Tuti Terkesima Tatapan Tukang Tahu. Tante Tuti Tersenyum Tersipu,
Terkuak Ternyata Tatapan Tukang Tahu Termasuk Tipuan Tanpa Tanding.
Tante Tuti Turut Tonjok Tukang Tahu. Terjadilah Tragedi Terparah
Tragisnya. Terakhir Terkabarkan Tukang Tahu, Tukang Tempe, Tante Tuti,
Termasuk Tukang Togel, Terlibat Tarik-Tarikan Tempat Tidur……

Udah lah ane bingung mau nerusin apa… kalau ada yang bisa silakan
Komen…… Sory Ya kalau Repost… ane cuma iseng, semoga terhibur….

sumber: http://ekstra.kompasiana.com/group/fiksi/2009/12/31/anekdot-jelang-tahun-baru-semua-berawal-dari-t/

Umat Nasrani Malaysia Akhirnya Bebas Gunakan Kata "Allah"

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Pengadilan Malaysia memutuskan bahwa umat Nasrani di negara tersebut akhirnya secara konstitusional bisa memakai kata "Allah" sebagai referensi pada Tuhan. Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur juga menyatakan larangan pemerintah terhadap non-muslim untuk menggunakan kata tersebut adalah ilegal.

Umat Nasrani di negara tersebut menyambut putusan itu, Kamis (31/12/2009), sebagai kemenangan bagi kebebasan beragama di negara mayoritas muslim itu. Sebelumnya, isu ini telah menjadi momok bagi kelompok-kelompok minoritas.

Pengadilan mengeluarkan putusan ini sebagai tanggapan atas pengaduan dari Gereja Katolik Roma di Malaysia di akhir 2007 setelah pemerintah Malaysia melarang non-muslim untuk menerjemahkan Tuhan sebagai "Allah" dalam literaturnya. Pihak berwajib dahulu bersikeras bahwa "Allah" adalah kata Islam yang seharusnya khusus untuk kaum muslim saja untuk memanggil Tuhannya, dan bahwa penggunaan oleh agama lainnya bisa menimbulkan kerancuan.

Kamis, 31 Desember 2009 | 16:21 WIB

SBY: Gus Dur Bapak Pluralisme Indonesia

JOMBANG, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan almarhum KH Abdurrahman Wahid adalah tokoh nasional yang sejak awal mengedepankan pluralisme dan kemajemukan di Indonesia sehingga patut disebut sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.

Hal itu disampaikan Presiden saat memberikan sambutan usai pemakaman mantan Presiden ke-4 RI itu di Kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Kamis siang.


"Sebagai pejuang reformasi almarhum selalu ingat akan gagasan universal, bahwa kita menghargai kemajemukan melalui ucapan, sikap, dan perbuatan. Gus Dur menyadarkan sekaligus melembagakan penghormatan kita pada kemajemukan ide dan identitas, kemajemukan pada kepercayaan agama, etnik, dan kedaerahan. Beliau adalah bapak multikulturalisme dan plurasme di Indonesia," kata Presiden.

Lebih lanjut Kepala Negara mengatakan sejarah Indonesia mencatat, Gus Dur adalah tokoh yang memiliki jasa besar terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia dalam segi keagamaan, demokrasi dan anti diskriminasi.

"Pada 1998, beliau bersama pemimpin dan ulama NU mendirikan PKB, sebuah partai yang hingga hari ini memperjuangkan kemajuan bangsa atas dasar Islam dan kebangsaan. Beliau juga pemikir Islam yang sangat dihormati di Indonesia dan dunia. Beliau juga dikenal tokoh yang berpengaruh di kalangan Nahdiyin dan kalangan masyarakat Indonesia," tegasnya.

Ia menambahkan, saat menjabat sebagai presiden, Gus Dur menetapkan kebijakan yang mengurangi diskriminasi dan menegaskan bahwa negara memuliakan kemajemukan. Jasa beliau terhadap perkembangan masyarakat dan bangsa yang berlandaskan demokrasi sungguh sangat berarti pada negara Indonesia.

Meski demikian, kata Presiden, sebagai manusia biasa dan juga pemimpin, tentu pernah diliputi kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, Kepala Negara meminta semua pihak dengan hati yang besar dan jernih untuk menghargai jasa-jasa Gus Dur.

"Dengan jujur dan hati yang bersih, kita akui begitu banyak jasa diberikan tapi kita sadari sebagai manusia biasa dan pemimpin tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan, untuk itu mari kita sebagai bangsa yang berjiwa besar ucapkan terima kasih dan penghargaan atas darma bakti pada bangsa dan negara," kata Presiden.

Upacara pemakaman mantan Presiden Abdurrahman Wahid berlangsung mulai pukul 13:10 WIB hingga pukul 14:10 WIB dipimpin langsung oleh Presiden Yudhoyono. Ikut hadir Ibu Ani Yudhoyono, Wapres Boediono dan Ibu Herawati, mantan Wapres Try Sutrisno beserta ibu Try Sutrisno serta sejumlah menteri kabinet Indonesia Bersatu dan para tokoh nasional lainnya.

Ribuan orang memadati areal pesantren itu dan berebut untuk mendekat dan melihat langsung prosesi pemakaman yang berlangsung dalam Upacara Kenegaraan. Suara tahlil dan isak tangis mewarnai proses pemakaman itu.

Kamis, 31 Desember 2009 | 14:18 WIB

Obituari: Gus Dur, Tokoh Pemersatu Tak Tertandingi Siapapun

Duka menyelimuti bangsa Indonesia, setelah mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur, Rabu sekitar pukul 18.40 WIB, meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, karena sakit.

Bukan saja warga Nahdlatul Ulama (NU), seluruh rakyat Indonesia merasa kehilangan atas wafatnya ulama besar dan tokoh ormas Islam terbesar di Indonesia itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekitar pukul 18.30 WIB sempat menjenguk Gus Dur untuk mengetahui kondisi terkininya di RSCM.

Kepala Negara berada di rumah sakit itu hanya sekitar 30 menit dan pada pukul 19.00 WIB langsung kembali ke Istana dan memanggil Wapres Boediono dan Menkes Endang Sedyadingsih untuk membahas rencana lebih lanjut terkait pemakaman Gus Dur.

Dalam pandangan Wakil Presiden Boediono, almarhum Gus Dur merupakan sosok pemersatu bangsa yang hingga kini belum tertandingi oleh siapa pun.

"Kita benar-benar kehilangan seorang tokoh besar, tokoh pemersatu bangsa dalam sejarah modern Indonesia," kata Boediono seperti disampaikan juru bicaranya, Yopi Hidayat.

Boediono menambahkan, saat ini sangat sulit untuk mencari tokoh-tokoh pemersatu bangsa seperti Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur.

Ke depan, lanjut Boediono, Indonesia diharapkan dapat memiliki kader-kader pemersatu bangsa seperti Gus Dur.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, kepergian Gus Dur adalah kehilangan besar bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.

"Selama hidupnya Gus Dur telah menampilkan peran tertentu dan memberikan jasa bagi bangsa Indonesia," kata Din.

Ia menambahkan, walaupun Gus Dur memiliki banyak ide dan bersikap kontroversial, tetapi banyak pula idenya yang bermanfaat seperti pengembangan atas perlunya kemajemukan dan penguatan demokrasi.

"Saya berharap hilangnya seorang tokoh umat dan tokoh bangsa, maka akan segera tergantikan dengan munculnya tokoh-tokoh lain, khususnya di kalangan umat Islam," demikian Din Syamsuddin.

KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjabat Presiden RI keempat mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Putra pertama dari enam bersaudara itu lahir di Desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 4 Agustus 1940.

Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, adalah putra pendiri organisasi terbesar Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy`ari. Sedangkan ibunya bernama Hj Sholehah, adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, KH Bisri Syamsuri.

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenni), Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Sebagaimana dikutip dari situs resmi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya.

Selain itu, Gus Dur juga aktif berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku.

Di samping membaca, Gus Dur dikenal hobi bermain bola, catur dan musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop.

Kegemarannya itu mendapat apresiasi yang mendalam di dunia perfilman sehingga pada 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.

Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir.

Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya yaitu Sinta Nuriyah, putri H Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di Mesir.

Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, Gus Dur bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang.

Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.

Pada 1974, Gus Dur diminta pamannya KH Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris.

Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.

Pada 1979, Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai Wakil Katib Syuriah PBNU.

Kiprahnya di PBNU semakin menanjak hingga akhirnya terpilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai KH As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan Ketua Umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo, pada 1984.

Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada Muktamar NU ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta, 1989, dan Muktamar NU di Cipasung Jawa Barat, pada 1994.

Jabatan Ketua Umum PBNU baru ditinggalkannya setelah Gus Dur menjabat Presiden RI keempat pada 20 Oktober 1999 menggantikan BJ Habibie setelah terpilih dalam Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1999.

Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur yang kontroversial dan seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.

Dalam menyelenggarakan pemerintahannya, Gus Dur membentuk Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Gus Dur berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001 dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandat Gus Dur dicabut oleh MPR.

Kamis, 31 Desember 2009 | 20:15 WIB

Oleh Arief Mujayatno [kompas.com]

Ini Dia Tiga Warisan Gus Dur untuk Muhaimin

JAKARTA, KOMPAS.com -Kepergian KH Abdurrahman Wahid, tak hanya menjadi kehilangan bagi Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Mantan Presiden RI itu telah menjadi tokoh nasional. Segala sepak terjangnya di dunia politik, sosial dan kemasyarakatan meninggalkan kesan yang mendalam.


Tak terkecuali bagi keponakannya yang kini menjabat Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar. Meski sempat berseteru awal 2008 lalu, pria yang akrab disapa Cak Imin itu mengaku menyimpan tiga "warisan" Gus Dur.

Warisan tersebut adalah, pertama, daya tahan kekuatan kemandirian yang dimiliki Gus Dur. Kedua, kiprah Gus Dur yang menyatukan Islam dan kebangsaan dalam satu visi yang utuh. Dan ketiga, menjadikan demokrasi sebagai solusi yang terus dikembangkan menjadi tradisi dan kultur politik nasional.

"Perjuangan yang telah dirintis Gus Dur ini luar biasa. Kami akan menjadi ujung tombak cita-cita Gus Dur dan mengemban mandat besar untuk kerja bahu membahu," kata Muhaimin kepada wartawan, saat menghadiri tahlilan untuk Gus Dur di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Kamis (31/12/2009) malam.

Tantangan PKB pasca ditinggal Gus Dur, diakui Cak Imin tak mudah. Akan tetapi, ia meyakini PKB tetap dapat menjalankan fungsinya dan merangkul seluruh pihak yang selama ini berseberangan. "Saya akan bekerja keras merangkul teman-teman yang berbeda. PKB akan meneruskan semangat dan cita-cita Gus Dur," ujar Cak Imin, yang kini menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Kamis, 31 Desember 2009 | 21:13 WIB

Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary