Ada yang menarik ketika kita membaca kitab Perjanjian Pertama khususnya ketika kita membaca kisah penciptaan. Kisah penciptaan yang mengisahkan tentang ‘refleksi’ tentang asal-muasalnya dunia ini beserta isinya, menunjukkan bahwa Tuhanlah yang meng’ada’kan semuanya ini, termasuk kita manusia. Refleksi yang mengantarkan manusia kepada pengakuan kemahakuasaan Tuhan inilah yang menarik untuk diperhatikan.
Disana kita membaca bahwa Tuhan menciptakan dunia ini dalam 6 hari dan pada hari ke 7 ia beristrahat. Yang menarik untuk diperhatikan adalah bertalian dengan penciptaan manusia yang disebutkan ‘segambar dan serupa’ dengan Tuhan. Segambar dan serupa dengan Tuhan ini banyak ditujukan kepada manusia sebagai ciptaan yang sempurna dan lebih baik dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Bahkan dikemudian hari banyak orang menyalahartikan ke’segambaran dan keserupaan’ ini sebagai bentuk ‘kekuasaan’ dan kesewenang-wenangan manusia terhadap ciptaan lain.
Bahkan kalau kita melihat teks selanjutnya, kita diantarkan pada pengesahan kuasa, kesewenang-wenangan kalau tidak disebut ‘dominasi’. Mulai dari hak memberi nama sampai kepada perkataan ‘....kuasailah dan taklukanlah itu’. Kata-kata ini, oleh banyak yang peduli kepada ekologis melihat bahwa teks ini telah disalahgunakan oleh mereka yang berusaha untuk menaklukan bumi sehingga rusak sampai sekarang. Keistimewaan lainnya dari manusia yang segambar dan serupa dengan Allah ini juga adalah mereka bisa masuk ke dalam taman firdaus, meskipun dengan catatan bahwa mereka tidak boleh ‘memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat’.
Namun apa yang terjadi kemudian? Manusia justru melanggarnya. Larangan untuk tidak memakan buah pengetahuan itu telah mengantarkan manusia kepada perlawanan dan penentangan akan perintah Tuhan yang justru telah menciptakan mereka. Apa yang diharapkan oleh Tuhan pada diri manusia yang diciptakan lebih baik dari yang lain itu justru sekarang berbalik melakukan perlawanan kepada perintah Allah. Apa yang dilakukan oleh sang empunya taman? Ia lalu mengusir manusia dan menghukum mereka. Mirip semacam kutukan, yang akan menyertai manusia di segala abad dan tempat. Manusia yang tadinya isitmewa di hadapan Allah, skarang justru terusir oleh yang menciptakannya sendiri.
Apa yang terjadi dengan proses penciptaan tersebut? Apakah Allah salah telah menciptakan manusia? Apakah Allah salah menempatkan manusia sebagai ciptaan yang istimewa dan sempurna sehingga keistimewaan itu membawa manusia pada sikap tak hormat kepada sang pencipta? Saya tak tahu. Hanya Allah sendiri yang tahu apa yang terjadi dengan ciptaannnya itu.
Namun yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa keinginan dan harapan Allahpun juga ‘bisa’ tak tercapai. Ia mengharapkan sesuatu yang baik dengan ciptaannya tetapi apa yang terjadi, ciptaannya sendiri sekarang berubah menjadi yang menghancurkan. Ciptaan yang pada awalnya Ia lihat sebagai ciptaan yang ‘sungguh amat baik’ ternyata tidak. Bahkan kalau kita melangkah pada teks-teks setelahnya kita melihat bagaimana manusia justru dengan teganya melakukan pembunuhan kepada manusia lain. Setidaknya hal ini melukiskan bahwa keinginan Allah tak terwujud. Ia berharap yang baik tetapi nyatanya tidak. Ia berharap bahwa Ia akan melihat ciptaannya manusia akan patuh dengan perkataannya, tetapi nyatanya tidak. Keinginan Allahpun kadang tak terkabulkan.
Keinginan kita kadangkala membuat kita stress, marah, dan bahkan jatuh pada penyalahan Tuhan dan kadang penyalahan setan. Kita tidak bisa menerima kalau keinginan kita tak terwujud. Apalagi kalau kita sudah pasang target, kita bisa lebih marah dan stess. Andaikan kita tahu bahwa Allah sendiri, dalam hubungannya dengan manusia kadang kala tidak terwujud oleh kebebalan manusia, maka kita seharusnya bersikap rendah hati terhadap apapun yang kita terima. Karena dalam hidup ini, keinginan yang baik kadangkala dalam realitasnnya justru tak terlihat bahkan mungkin jauh lebih menyakitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar