Akhir-akhir ini kita sepertinya sedang menyaksikan bangsa kita menuju kehancuran. Berbagai kasus kejahatan yang diidap oleh sesama anak bangsa menjadi pemberitaan yang semakin hari semakin membosankan. Membosankan bukan karena tidak menarik, melainkan karena kita menyaksikan setiap detik media menyajikan kejahatan-kejahatan tersebut. Mulai dari korupsi (baik di tingkat eksekutif, legislatif dan yudikatif), perdagangan manusia, pembunuhan, konflik antar etnis, dan penindasan terhadap kelompok yang lemah (entah karena keyakinan agamanya, kecenderungan seksualitas seperti homo dan lesbi sampai penyiksaan para TKI, TKW dan PRT). Sebuah kenyataan yang membuat miris. Klaim pemuka lintas agama yang mengatakan bahwa bangsa ini sedang menuju negara gagal agaknya mendekati kebenarannya. Karena imbas dari kejahatan-kejahatan tersebut adalah makin senjangnya mereka yang miskin dan kaya, semakin banyaknya orang miskin dan pengangguran (kebutuhan paling dasar tidak tercukupi), semakin bertambahnya pelanggaran HAM, dan pada saat yang sama itu juga menunjukkan semakin lemahnya peran agama yang justru menjadi syarat wajib untuk tinggal di negara ini.
Ironi memang, ketika bangsa yang katanya religius sekaligus menjadi bangsa yang kejahatannya semakin luar biasa (ini juga menegaskan bahwa tidak jaminan bahwa sebuah bangsa yang 100% beragama lantas jadi bangsa yang baik dan lurus-lurus saja..hehehe). Seperti yang dikatakan oleh Islah Gusmian dalam bukunya Pantat Bangsaku: melawan Lupa di negeri para Tersangka (2004: 267): “Dunia keagamaan telah kehilangan nilai spritualitas. Keagungan Tuhan luntur. Konsep diri telah punah. Manusia tak lagi mempunyai rasa malu. Keadilan di jual dalam ruang persidangan oleh penegak hukum, janji palsu diobral dalam kampanye politik oleh para politikus. Masyarakat telah malu untuk memiliki rasa malu”
Kisah penciptaan yang ada dalam Alkitab menunjukkan kepada kita bagaimana Allah tidak membiarkan adanya ‘chaos’. Ia dengan kuasanya justru menata kembali dunia yang chaos tersebut. Chaos adalah realitas, tetapi apakah dengan kita mengalah dengan kenyataan chaos tersebut? Brueggamann dalam bukunya Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocasy (1997:234-235) melihat bahwa kisah penciptaan merupakan narasi liturgis sebuah bangsa yang terbuang di pembuangan (Babilon). Narasi liturgis tersebut adalah sebuah perlawanan terhadap dunia yang penuh bahaya dan penuh dengan kekacauan. Chaos adalah realitas sebuah bangsa yang sedang dalam pembuangan. Tetapi narasi liturgis dimana sebuah dunia yang teratur dan Yahweh menunjukkan kekuasaannya adalah sebuah dunia alternatif bagi bangsa tersebut. Dalam narasi liturgis tersebut terlihat bagaimana Yahweh berkuasa dan menata yang chaos menjadi dunia yang lebih baik. Dunia alternatif ini mengajak sebuah bangsa masuk ke dalamnya dengan tidak menjadi seperti bangsa yang menjajah mereka (Babilon) dengan segenap tindakan dan perilaku buruk mereka.
Pertanyaannya adalah apakah kisah penciptaan ini masih relevan dengan keadaan chaos dan menakutkan yang sedang kita alami sekarang? Menurut saya masih. Dengan mengingat kembali narasi liturgis seperti ini, kita diajak untuk tidak tenggelam dengan dunia yang justru menggumbar kejahatan seperti yang terjadi sekarang ini. Dunia alternatif yang kita usahakan adalah dunia yang berbeda, narasi hidup yang berbeda yang dengan itu terlihat bahwa eksistensi kita sebagai manusia yang merupakan ciptaan Allah adalah ciptaan yang (masih) baik.
Realitas kita memang penuh dengan kejahatan tetapi kita diajak untuk tidak tenggelam dan menjadi sama dengan itu. Semoga doa “Saat Dunia Tampak Menakutkan” oleh Leslie F. Brandt menjadi doa kita yang terus menggema dalam dunia yang memang menakutkan ini.
Saat Dunia Tampak Menakutkan
Ya Tuhan, dunia hari ini tampak menakutkan
Aku takut meninggalkan tempat tidurku yang hangat,
Keamanan dalam rumahku,
Untuk menantang kekuatan-kekuatan alam
Dan kekacauan umat manusia ini
Aku tak yakin bahwa aku memiliki bekal untuk hidup
Seperti yang Engkau harapkan daripadaku
Di tengah-tengah penderitaan dan masalah
Dari begitu banyak orang di sekelilingku.
Aku takut, Tuhan, dan aku malu.
Berikan daku kekuatan ya Allah
Engkau tidak menuntut agar aku memenangkan setiap pertempuran
Engkau hanya meminta agar aku mengangkat senjataku-atau memikul salibku
Dan masuk ke dalam arena kehidupan
Engkat tidak meminta aku bersungut ataupun mengeluh atas keadaan-keadaan yang tak teratasi yang menantang aku
Engkau hanya meminta agar aku menjadi diriku sendiri-AnakMu- MuridMu-WakilMu
Menjangkau orang lain di dalam kasih
Menolong menanggung beban orang lain
Membiarkan Roh Mu mengerjakan kehendakMu melalui aku
Karenanya Allah yang Agung , aku akan maju terus,
Dengan perintahMu dan dalam kuasaMu
Jadilah kehendakMu ya Tuhan, di dalam dan melalui daku